Kedatangan Belanda Ke Aceh Untuk Pertama Kalinya

Kedatangan Belanda Ke Aceh Untuk Pertama Kalinya
Divisi Marsose pertama pada tahun 1892, Kapten Notten dan Letnan Nolthenius beserta komandan brigade (Foto: Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen)

Harian Sejarah - Aceh merupakan kota pelabuhan yang strategis karena Aceh memiliki posisi geopolitik yang unik sehingga mampu melahirkan sistem perdagangan dan pemerintahan yang khas Aceh. Selain sistem perdagangan di pelabuhan, terdapat kegiatan ekonomi Aceh yang tidak kalah penting adalah perkebunan terutama di kawasan utara Sumatera, seperti perkebunan lada dan peternakan ulat-ulat sutra. 

Untuk mempertahankan asset-aset ekonominya dari pesaing, Aceh membangun angkatan bersenjata Aceh terdiri dari angkatan laut dan angkatan darat yang terdiri dari pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan meriam, dan infanteri. Aceh juga menjalin hubungan luar negeri dengan Cina dan Turki. Dari Cina, Aceh mendapat bantuan armada laut yang dikenal dengan “ Armada Cakra Donya”. Armada ini memiliki panjang mencapai 100 meter, diatasnya berdiri 3 tiang besar, meriamnya lebih dari 100 buah dengan sistem navigasi yang nyaris sempurna. Dari Turki, Aceh mendapat bantuan persenjataan diantaranya adalah meriam “Lada Sicupak”.

Aceh sangat diminati banyak penjajah seperti Portugis, Inggris, Prancis, dan tentu juga Belanda. Alasan para penjajah ini berebut menguasai pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai timur Aceh adalah karena saat itu produksi lada Aceh jumlahnya mencapai setengah dari total produksi lada dunia. 

Menurut Reid ada beberapa alasan mengapa Belanda mengalami kesulitan menaklukan dan menguasai perdaganagan di sepanjang pantai timur Sumatera yang dikuasai oleh Aceh. Pertama, ekspansi Belanda sangat bergantung besar laba yang dihasilkan dari daerah jajahan dan pada yang bersamaan pula Belanda harus mengahadapi Prancis, Inggris, dan Amerika yang berusaha untuk menguasai asset ekonomi nusantara. Kedua, Belanda memiliki perjanjian dagang tahun 1824 dengan Inggris yang menjamin kemerdekaan Aceh dan menjadi politik demarkasi antara Belanda dan Inggris. Ketiga, Aceh masih mempunyai kekuatan yang terus menerus berkonsolidasi melawan kekuatan penjajah.

Belanda kemudian mengubah strategi dari cara damai kemudian akhirnya memutuskan menggunakan kekuatan bersenjata untuk mengusai Aceh. Belanda mendaratkan 3000 serdadu bersenjata lengkap di Pantai Timur Aceh. Kedatangan Belanda langsung dihadang pasukan dan rakyat Aceh. Pertempuran sengit tidak bisa dihindari. 

Pertempuran ini merupakan pertempuran terdahsyat yang dialami Belanda dalam sejarah perangnya2. Belanda mengakui kekuatan Aceh dan mundur ke Batavia. Belanda menyusun kekuatan yang lebih besar untuk menguasai Aceh dalam agresi Belanda kedua. Agresi kedua ini benar-benar menyulut rasa nasionalisme dan keagamaan rakyat Aceh. Para ulama Aceh pada masa itu mengeluarkan fatwa jihad berperang melawan Belanda.

Semangat nasionalisme dan keagamaan di Aceh muncul di semua lapisan masyarakat Aceh. Kaum uleebalang dan kaum ulama memandu masyarakat Aceh termasuk kaum perempuan untuk menyatukan kekuatan serta menyumbangkan hartanya, tenaga dan pikirannya demi kedaulatan tanah airnya. Seiring banyaknya pejuang Aceh yang gugur di medan perang, kemudian munculah perempuan-perempuan Aceh yang gagah berani maju ke medan perang. Diantara nya adalah Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Teungku Fatinah, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Pocut Meuligo. 

Di situasi sulit pada masa itu justru membentuk perempuan Aceh menjadi figur yang kuat. Dalam sejarah Aceh dikenal grandes dames ( wanita-wanita agung) yang memainkan peranan besar dalam politik dan peperangan atau sebagai istri uleebalang yang berpengaruh.

Para perempuan Aceh telah berhasil dengan cemerlang menggerakkan lini kehidupan masyarakat sehingga Aceh sampai pada pintu gerbang peradaban yang mampu menyandingkan nilai-nilai keislaman dengan kearifan lokal (tradisi dan budaya) secara harmonis. Para perempuan Aceh tidak mengenal segala kompromi, mereka hanya mengenal membunuh atau dibunuh, dan mereka tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan.

0 Response to "Kedatangan Belanda Ke Aceh Untuk Pertama Kalinya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel