Perang Irak-Iran (1980-1988), Kekhawatiran Pasca Revolusi Iran
Prajurit Iran dengan masker gas di medan pertempuran. Foto: Wikipedia
Harian Sejarah - Perang Iran-Irak (1980-1988), merupakan konflik militer yang berkepanjangan antara Iran dan Irak pada 1980-an. Perang dilakukan secara terbuka pada 22 September 1980, ketika pasukan bersenjata Irak menginvasi Iran bagian barat di sepanjang. Peperangan ini bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran pada 22 September 1980 akibat masalah perbatasan yang berlarut-larut antara kedua negara dan juga kekhawatiran Saddam Hussein atas perlawanan Syiah yang dibawa oleh Imam Khomeini dalam Revolusi Iran.
Harian Sejarah - Perang Iran-Irak (1980-1988), merupakan konflik militer yang berkepanjangan antara Iran dan Irak pada 1980-an. Perang dilakukan secara terbuka pada 22 September 1980, ketika pasukan bersenjata Irak menginvasi Iran bagian barat di sepanjang. Peperangan ini bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran pada 22 September 1980 akibat masalah perbatasan yang berlarut-larut antara kedua negara dan juga kekhawatiran Saddam Hussein atas perlawanan Syiah yang dibawa oleh Imam Khomeini dalam Revolusi Iran.
Irak mengklaim bahwa perang telah dimulai awal bulan itu,
pada tanggal 4 September. Pertempuran itu berakhir pada 1988 dengan gencatan
senjata, meskipun dimulainya kembali hubungan diplomatik dengan normal antar
kedua negara, akan tetapi penarikan pasukan tidak terjadi sampai
penandatanganan perjanjian perdamaian secara resmi pada 16 Agustus 1990.
Sengketa wilayah menjadi salah satu yang melatarbelakangi
perang ini. Irak ingin menguasai wilayah perbatasan yang merupakan penghasil
minyak Iran di Khuzestan, wilayah yang dihuni sebagian besar oleh etnis Arab di
mana Irak berusaha untuk memperluas bentuk kedaulatan wilayahnya.
Presiden Irak, Saddam Hussein ingin menegaskan kembali kedaulatan negaranya atas Shatt al-'Arab, yang berada di tepi sungai yang dibentuk oleh pertemuan Sungai Tigris dan Efrat. Secara historis wilayah tersebut merupakan perbatasan antara kedua negara.
Presiden Irak, Saddam Hussein ingin menegaskan kembali kedaulatan negaranya atas Shatt al-'Arab, yang berada di tepi sungai yang dibentuk oleh pertemuan Sungai Tigris dan Efrat. Secara historis wilayah tersebut merupakan perbatasan antara kedua negara.
Peta Peperangan Irak-Iran
|
Walaupun perang Iran-Irak yang dimulai dari tahun 1980-1988
merupakan perang yang terjadi di wilayah Teluk Persia, akar dari masalah ini
sebenarnya sudah dimulai sejak lebih dari berabad-abad silam. Berlarut-larutnya
permusuhan yang terjadi antara kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah sungai
Tigris-Eufrat, yang kini merupakan negara Irak modern) dengan kerajaan Persia
atau negara Iran modern.
Pasukan Irak dalam pertempuran. Foto: weaponsandwarfare.com
|
Saddam juga prihatin atas upaya pemerintah revolusioner
Islam Iran untuk menghasut pemberontakan di antara mayoritas Syiah Irak untuk
memberontak terhadap pemerintahannya. Irak mengambil keuntungan dari perselisihan
Iran dan Amerika Serikat yang didahului oleh penyitaan aset Kedutaan AS di
Taheran oleh militan Iran serta demoralisasi dan pembubaran pasukan regular Iran
yang semua merupakan buntut dari Politik Isolasi yang dilakukan oleh
pemerintahan baru Iran.
Pada bulan September 1980 tentara Irak bergerak maju ke
depan menuju Khuzestan, pergerakan pasukan Irakn membuat Iran terkejut.
Pasukan Irak kemudian menguasai Kota Khorramshahr tetapi gagal untuk menguasai pusat penyulingan minyak dari Abadan, dan pada bulan Desember 1980 gerak maju pasukan Irak mengalami perlambatan sekitar 50-75 mil (80-120 km) dari Iran setelah mendapatkan perlawanan Iran yang tak terduga sepanjang perjalanan.
Pasukan Irak kemudian menguasai Kota Khorramshahr tetapi gagal untuk menguasai pusat penyulingan minyak dari Abadan, dan pada bulan Desember 1980 gerak maju pasukan Irak mengalami perlambatan sekitar 50-75 mil (80-120 km) dari Iran setelah mendapatkan perlawanan Iran yang tak terduga sepanjang perjalanan.
Pasukan Revolusi Islam Iran. Foto: BBC Fars
|
Iran kemudian melakukan serangan balik dengan mengerahkan
milisi revolusioner yang memperkuat angkatan perang Iran. Serangan balasan ini
membuat Irak untuk melepaskan beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai pada
tahun 1981. Iran mendorong mundur pasukan Irak yang melintasi Sungai Karun dan
kemudian merebut kembali Kota Khorramshahr pada tahun 1982.
Pada tahun berikutnya Irak secara bertahap menarik
pasukannya dari seluruh wilayah pengepungan Iran. Kesepakatan perdamaian
kemudian terjadi antara kedua belah negara dengan dilakukannya penukaran
tawanan perang. Meskipun perdamaian sempat terjadi, Iran dibawah kepemimpinan
Ruhullah Khomeini melahirkan permusuhan yang kuat terhadap pemimpin Irak,
Saddam Husein.
Peperangan terus dilakukan oleh Iran untuk menggulingkan
pemerintahan Saddam Husein. Meskipun demikian, pertahanan yang kuat dari
pasukan Irak membuat pertempuran yang dilangsungkan oleh Iran cenderung statis
yang hanya bergejolak di depan perbatasan masing-masing tanpa kemajuan berarti.
Serangan Iran
Tentara anak-anak Iran yang terlibar dalam Perang Irak-Iran. Foto: Sajed.ir
|
Iran kerap kali melancarkan serangan infanteri. Iran
kemudian menggunakan gelombang serangan manusia yang terdiri dari pasukan
bersenjatan dan anak-anak muda yang diberikan wajib militer. Fokus penyerangan
Iran dilakukan menyasar militer Irak. Kedua negara tersebut kemudian terlibat
dalam beberapa serangan udara dan rudal sporadis yang menyasar Ibukota
masing-masing, pangkalan militer dan instalasi minyak. Pengiriman minyak menggunakan
tanker tak luput dari serangan di Teluk Persia.
Kapasitas pengekspor minyak kedua negara itu sangat
berkurang di berbagai kali karena serangan udara dan shutoffs pipa, dan
pengurangan konsekuen dalam pendapatan pendapatan dan mata uang asing mereka
membawa program ekonomi-pembangunan negara-negara 'untuk berhenti dekat.
Kegiatan ekspor minyak Iran dan Iran merosot tajam sepanjang
peperangan yang terjadi. Serangan yang menyasar pipa-pipa, kilang minyak, dan
pengangkutan minyak yang dilakuakn kedua negara membawa Irak dan Iran kepada
keadaan ekonomi yang merosot tajam dan mengancam pembangunan nasional.
Pendanaan Perang
Tank T-62 Uni Soviet yang digunakan Irak dalam pertempuran di Provinsi Khuzestan. Foto: Flickr/Hamed Sabe
|
Peperangan yang terjadi antara Irak dan Iran mendapatkan
sokongan dari negara-negara lain. Negara-negara seperti Arab Saudi dan Kuwait
membiayai peperangan yang terjadi, serta secara diam-diam Amerika Serikat dan
Uni Soviet terlibat dalam penadanaan perang dibalik Irak. Irak menerima beberapa senjata
baru dari Uni Soviet. Irak memperoleh tank T-55 dan T-62, pelucur roket BM-21
(Organ Stalin), dan helikopter tempur Mi-24. Iran dalam melakukan peperangan
disokong dana oleh sekutu utamanya, Suriah dan Libya.
Irak sepanjangan pertengahan tahun 1980-an menyerukan
perdamaian, tetapi reputasi Irak di dunia Internasional terlanjur rusak setelah
ditemukannya laporan penggunaan senjata kimia yang digunakan dalam peperangan
Irak-Iran. Penggunaan senjata kimia juga dilakukan terhadap suku kurdi di Irak
yang bersimpati terhadap Iran. Tercatata sekitar 5000 warga kurdi tewas dalam
satu serangan yang dilakukan di sekitar desa Kurdia, Halabjah pada bulan Maret
1988.
Iran kemudian terpaksa menerima mediasi yang diajukan PBB
setelahh perekonomian negaranya terus memburuk setalah sebelumnya menolak
melakukan genjatan senjata.
Korban Perang Irak-Iran
Jumlah korban di kedua sisi tidak jelas; namun yang dapat
diketahui bahwa terjadi pengerahan secara besar terhadap laki-laki yang berusia
cukup untuk menjalani wajib militer. Perkiraan jumlah korban berkisar dari
1.000.000. Jumlah tewas di kedua belah pihak itu mungkin 500.000, dengan Iran
menderita kerugian terbesar. Diperkirakan bahwa antara 50.000 dan 100.000 orang
Kurdi terbunuh oleh pasukan Irak selama rangkaian kampanye militer yang diberi
nama kode Anfal ("rampasan") yang berlangsung pada tahun 1988.
Pada bulan Agustus 1990, sementara Irak untuk menginvasi
Kuwait. Iran dan Iran kemudian memulihkan hubungan diplomatiknya. Irak
menyetujui persyaratan Iran untuk penyelesaian perang: penarikan pasukan Irak
dari wilayah Iran yang diduduki, pembagian kedaulatan atas selat Shatt
al-'Arab, dan pertukaran tawanan perang.
Tawanan Perang Irak. Foto: Britannica
|
Pertukaran tawanan terakhir antara kedua negara ini terjadi
pada tahun 2003. Perang ini juga memiliki kemiripan seperti Perang Dunia I.
Taktik yang digunakan seperti pertahanan parit, pos-pos pertahanan senapan mesin,
serangan dengan bayonet, penggunaan kawat berduri, gelombang serangan manusia.
Penggunaan senjata kimia (seperti gas mustard) secara
besar-besaran dilakukan oleh tentara Irak untuk membunuh pasukan Iran dan juga
penduduk sipilnya, seperti yang dialami juga oleh warga suku Kurdi di utara
Irak.
0 Response to "Perang Irak-Iran (1980-1988), Kekhawatiran Pasca Revolusi Iran"
Post a Comment