Kekuatan Soekarno: Ajaran Nasakom dan Resopim
Demokrasi yang begitu belia di Indonesia, pasca soevereiniteitsoverdracht (penyerahan
kedaulatan) Belanda terhadap Indonesia 27 Desember 1949. Demokrasi Indonesia mulai berkembang pada
masa Demokrasi Parlementer ketika Indonesia kembali menjadi NKRI.
Demokrasi
Parlementer Indonesia yang kemudian memberikan kebebasan berdemokrasi
memunculkan banyak partai politik di Indonesia saat itu, beberapa diantaranya
tumbuh menjadi partai-partai besar seperti PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Banyaknya persaingan politik serta perbedaan ideologi
tiap-tiap partai menimbulkan gejolak perbedaan persfektif bangsa Indonesia
dalam memahami kehidupan benegara. Hal ini berdampak pada terancamnya
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia oleh pertentantangan ideologi yang
berkembang.
Hal ini terlihat dari pertentangan-pertentangan Ideologi
pada Dewan Konstituante yang bertugas merumuskan dasar negara dan undang-undang
dasar yang baru. Pertentangan antara Ideologi Pancasila, Sosialisme, dan Islam
mencuat hingga sampai 1959 lembaga tersebut tidak mampu merumuskan dasar negara
dan UUD baru bagi Indonesia.
Untuk menghindari jurang kehancuran politik dan kebangsaan,
Presiden Soekarno yang sejak berlakunya Demokrasi Liberal kekuasaannya hanya
terbatas sebagai kepala negara kemudian mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 yang tercantum dalam Keputusan Presiden RI No. 75/1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit tersebut adalah untuk menyelesaikan masalah
negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
- Pembubaran Dewan Konstituante
- Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
- Pembentukan MPRS dan DPAS
Demokrasi Terpimpin kemudian berlaku di Indonesia antara
tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga
Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di
Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Sebagai bentuk toleransi terhadap seluruh ideologi yang
berkembang di Indonesia. Presiden Soekarno kemudian mengambil langkah untuk
menyeimbangkan kekuatan-kekuatan ideologi dalam kerangka pemahaman kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai nilai-nilai Pancasila.
Ideologi-ideologi
tersebut yang kemudian terklasifikasi atas tiga kekuata besar yaitu,
Nasionalis, Agama, dan Komunis disatukan dalam kerangka ideologi NASAKOM.
NASAKOM sendiri digagas oleh Presiden Soekarno untuk
menggalang pesatuan bangsa agar tidak terpecah dalam pertentangan Ideologi.
Presiden percaya bahwa Pancasila dan gagasan NASAKOM adalah jalan tengah yang
bisa menjadi landasan kuat bagi Indonesia menghadapi berbagai tantangan globalisasi.
Ajaran Nasakom
Bagi Presiden Soekarno, NASAKOM merupakan cerminan paham
berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden Soekarno percaya bahwa dengan
menerima dan melaksanakan NASAKOM maka persatuan Indonesia akan terwujud dalam pluralisme bangsa Indonesia. Ajaran NASAKOM kemudian mulai disebarluaskan pada masyarakat.
Namun ajaran NASAKOM ini banyak dinilai kurang tepat
diterapkan. Hal ini mengingat kondisi saat itu tengah terjadi Perang Dingin.
NASAKOM yang digadang-gadang sebagai Ideologi perdamaian berujung pada pandangan bangsa Barat yang memegang teori domino untuk mewaspadai Indonesia terjerumus dalam
komunisme.
Indonesia lebih dianggap sebagai negara yang tak
memiliki pegangan dibanding negara non blok. Hal ini karena kedekatan Soekarno
dengan Barat dan Timur sekaligus, yang memunculkan pandangan terhadap politik
internasional Soekarno.
Barat kemudian mendekati Presiden Soekarno untuk memastikan
Indonesia tidak jatuh dalam teori domino yang tengah terjadi di Vietnam.
Keterlibatan Amerika Serikat dalam serangkaian pemberontakan daerah di Indonesia
dan sokongan AS dalam pemberontakan PRRI/Persemesta.
Amerika Serikat diketahuinya membantu para pemberontak, yang antara lain terbukti dengan tertembaknya pesawat dan tertangkapnya pilot berkebangsaan Amerika Allan Lawrence Pope pada masa pemberontakan itu.
Amerika Serikat diketahuinya membantu para pemberontak, yang antara lain terbukti dengan tertembaknya pesawat dan tertangkapnya pilot berkebangsaan Amerika Allan Lawrence Pope pada masa pemberontakan itu.
Makin tampak bahwa Soekarno makin anti Amerika, anti PBB
yang dianggapnya didominasi pengaruh barat. Anti Amerika dari Soekarno ini
telah tampil karena sejumlah pengalaman tidak menyenangkan dengan adanya campur
tangan Amerika dalam kehidupan politik Indonesia. Presiden Soekarno kemudian
mengalihkan politik Indonesia bergabung dengan poros Peking-Pyongyang yang
berhaluan komunis.
Pengamalan ajaran NASAKOM kemudian memperkuat kedudukan
Presiden yang mengatakan “Revolusi belum selesai!” Kelompok-kelompok yang
kemudian menolak NASAKOM akan dicap sebagai kontra-revolusi. Presiden Soekarno
kemudian memusatkan kekuatan politiknya dengan mengeluarkan RESOPIM yang
merupakan akronim dari Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional.
Kelompok-kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah
kalangan golongan kanan dan ABRI. Hal itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh
rivalnya dari golongan kiri radikal semacam PKI dengan mencapkan diri mereka
sebagai pembela NASAKOM dan menuding berbagai pihak yang kritis terhadap
NASAKOM sebagai kontra revolusi.
PKI sendiri kemudian menjadi kekuatan politik yang begitu
dekat dengan Soekarno. Identitas yang dibangun sebagai pelindung NASAKOM
sebatas untuk merebut simpati dari Presiden Soekarno. Presiden Soekarno sendiri
kemudian menaruh simpati agak lebih kepada PKI, karena PKI dipandang mampu
menggalang dukungan masyarakat untuk menguatkan posisi politik Presiden
Soekarno.
Ajaran
Resopim
Jika NASAKOM merupakan cara Presiden Soekarno untuk menyatukan ideologi-ideologi di masyarakat menjadi persatuan kebangsaan. Maka RESOPIM yang merupakan singkatan dari Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional, cenderung ditujukan untuk memperkuat kedudukan Presiden Soekarno.
Tujuan dari RESOPIM sendiri adalah menggerakan seluruh
kehidupan berbangsa dan negara menuju kemandirian bangsa dan melawan penjajahan
model baru yang Presiden Soekarno sebut NEKOLIM atau Neo Kolonialisme dengan
cara revolusi nasional yang prograsif, dijiwai oleh semangat sosialisme, yang
arahkan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR),
yaitu Presiden Soekarno.
- Kutipan Pidato Presiden Soekarno pada tahun 1961 tentang RESOPIM
- Kutipan Pidato Presiden Soekarno pada tahun 1961 tentang RESOPIM
“…perlunya meresapkan adilnya Amanat Penderitaan Rakyat agar
meresap pula tanggung jawab terhadapnya serta mustahilnya perjuangan besar kita
berhasil tanpa Tritunggal Revolusi, ideologi nasional progresif dan pimpinan
nasional.
Akan tetapi hal ini berdampak pada kedudukan birokrasi
negara. Dari RESOPIM ini kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
ditetapkan di bawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat
menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya
sebagai pembantu presiden.
Terimakasih banget infonya.
ReplyDeleteMembantu banget apalagi sekarang sedang daring otomatis buku dari sekolah tidak keluar.🙏