Sejarah Pelaksanaan UMPTN di Indonesia
Pada tahun 1976 universitas atau institut terkemuka di tanah air yang tergabung dalam paguyuban yang disebut Sekretariat Kerjasama antar Lima Universitas (SKALU), yaitu Universitas Indonesia di Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada di Yogyakarta dan Universitas Airlangga di Surabaya memutuskan untuk menyelenggarakan ujian masuk bersama. Ujian masuk tersebut dikenal dengan nama Ujian Masuk SKALU. Sistem pendaftaran dan pelaksanaan ujian benar-benar baru dan berbeda dengan sistem sebelumnya.
Ujian dengan soal yang persis sama diselenggarakan pada waktu yang bersamaan di lima kota dimana kelima universitas atau institute anggota SKALU berada., yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Dokumen pendaftaran dan lembar jawaban dikumpulkan, kemudian diolah di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Sebanyak 75 % peserta ujian dengan nilai terbaik dinyatakan lulus dan kepadanya diberikan kartu yang dapat dipakai untuk mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa di, universitas atau institut anggota SKALU. Sedang 25 % sisanya dinyatakan gagal dan tidak diizinkan untuk mendaftar sebagai calon mahasiswa.
Sistem baru ternyata hanya berhasil mengurangi beberapa masalah yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan ujian masuk. Antara lain dapat mengurangi mobilitas peserta ujian yang harus mondar mandir dari satu kota ke kota lain untuk mengikuti ujian. Soal Ujian bisa dibuat baku dan pengadaannya bisa lebih efisien, karena masing-masing universitas atau institut tidak perlu membuat soal sendiri. Beban biaya secara nasional, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat dapat dikurangi.
Walaupun sistem baru tersebut berhasil mengurangi beberapa masalah, tetapi sistem baru juga menimbulkan masalah baru. Banyak calon mahasiswa yang salah mengerti dan menganggap kartu yang diterimanya sebagai tanda bahwa dia telah diterima menjadi mahasiswa. Setelah mengetahui bahwa dia telah diterima belum merupakan jaminan yang bersangkutan diterima sebagai mahasiswa, mereka menjadi resah. Persoalan lama tentang tempat kosong juga belum teratasi. Hampir semua peserta ujian yang dinyatakan lulus masih tetap mondar mandir dari satu kota ke kota lain untuk mendaftarkan di universitas pilihannya. Beberapa diantaranya ada yang mendaftar lebih dari satu program studi atau universitas, bahkan ada yang mendaftar di kelima universitas anggota SKALU.
Masalah tempat kosong menjadi semakin parah. Karena setiap universitas atau institut berusaha menerima calon mahasiswa yang terbaik menurut acuan yang sama., yaitu hasil ujian yang persis sama, maka banyak calon mahasiswa dengan nilai ujian tinggi diterima di beberapa program studi, sementara mahasiswa dengan nilai ujian yang kurang baik, tidak diterima dimanapun. Karena calon mahasiswa yang diterima dibeberapa tempat harus memilih salah satu, maka banyak tempat terutama pada program studi yang kurang popular tetap kosong. Bahkan ada program studi yang tempat kosongnya mencapai 50 %.
Pada tahun 1977 beberapa perbaikan dilakukan. Pada saat mengisi formulir pendaftaran, peserta ujian langsung menentukan dua program studi pilihannya, pilihan pertama dan pilihan kedua. Setelah diperoleh hasil ujian, peserta diurutkan menurut nilai ujiannya, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Panitia mengalokasikan peserta ujian pada program studi pilihannya dengan ketentuan bahwa peserta dengan nilai yang lebih baik mendapat prioritas untuk dialoksasikan lebih dahulu. Peserta ujian hanya bisa diterima di program studi pilihannya. Tidak mungkin peserta ujian diterima di program studi atau universitas yang bukan pilihannya. Jika masih ada tempat kosong pada program studi pilihan pertama, dia akan diterima pada program studi pilihan pertama. Jika tempat pada program studi pilihan pertama sudah penuh, dan masih ada tempat pada program studi pilihan kedua, dia akan diterima pada program studi pilihan kedua. Jika tempat pada program studi pilihan pertama dan kedua sudah penuh, maka peserta tersebut tidak diterima, walaupun nilainya masih cukup tinggi.
Pemeriksaan hasil ujian dan proses pengalokasian dilakukan sepenuhnya dengan komputerisasi Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Dengan SKALU sistem baru, mobilitas peserta ujian masuk perguruan tinggi dapat ditekan. Calon mahasiswa hanya perlu datang ke salah satu tempat (Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya) untuk mengisi formulir pendaftaran dan mengikuti ujian masuk. Mereka tidak perlu datang ke kampus dimana program studi pilihannya berada. Pengumuman hasil ujian juga dapat dilihat di tempat calon mahasiswa mengikuti ujian masuk. Karena setiap peserta ujian hanya bisa diterima di satu program studi, maka bangku kosong yang ditinggalkan oleh calon mahasiswa yang diterima di beberapa program studi juga hilang dengan sendirinya.
Karena keberhasilan SKALU dalam menyederhanakan sistem penerimaan mahasiswa baru, dan untuk memberi kesempatan yang lebih besar kepada lulusan SMTA di daerah lain, maka pada tahun 1979 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional menawarkan kepada 6 universitas lain untuk bergabung dengan SKALU dalam penerimaan mahasiswa baru. Universitas Pajajaran di Bandung, Universitas Diponegoro di Semarang, Universitas Brawijaya di Malang, Institut 10 November di Surabaya dan Universitas Sumatera Utara di Medan memutuskan untuk bergabung dengan SKALU. Sementara Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang belum bersedia untuk bergabung. Sistem penerimaan mahasiswa baru yang kemudian dikenal sebagai Proyek Perintis I (PPI).
Di bawah pimpinan Institut Pertanian Bogor empat universitas terkemuka (IPB, UI, ITB dan UGM) juga melaksanakan sistem penerimaan mahasiswa baru tanpa ujian yang sejak tahun 1972 telah dikembangkan oleh IPB, yang dikenal sebagai Proyek Perintis II (PP2). PP2 menjaring calon mahasiswa baru melalui pemanduan bakat dan informasi yang diberikan oleh sekolah. Sekolah yang diikutsertakan dalam seleksi tersebut adalah sekolah-sekolah yang mempunyai sejarah yang baik, diantaranya adalah sekolah yang lulusannya mempunyai prestasi yang cukup baik di universitas atau institut anggota PP2. Masing-masing SMTA biasanya diberi jatah tertentu untuk mencalonkan siswanya sebagai calon mahasiswa di perguruan tinggi tersebut. Sistem PP2 hanya dimanfaatkan untuk menjaring calon mahasiswa pada program studi yang kurang populer, seperti pertanian, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Sementara itu 23 universitas lainnya mengembangkan sistem penerimaan mahasiswa baru yang lain. Mereka menyelenggarakan ujian yang mirip dengan PP1. Soal ujiannya menggunakan acuan yang sudah dibakukan, tetapi memberi kesempatan kepada universitas anggotanya untuk menambahkan muatan lokal, yaitu soal-soal yang dianggap cocok dengan keadaan setempat. Sistem yang dipakai oleh ke 23 universitas ini disebut Proyek Perintis III (PP3).
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) negeri yang jumlahnya ada 10 juga mengembangkan sistem penerimaan mahasiswa baru sendiri, yang disebut Proyek Perintis IV (PP4). Sistem PP4 hampir sama dengan dengan PP1, perbedaannya hanya pada soal-soalnya yang lebih menekankan pada soal untuk menggali kemampuan peserta ujian dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Keempat sistem tersebut (PP1, PP2, PP3, dan PP4) berlangsung sampai tahun 1983, ketika Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan memutuskan untuk menggunakan PP1 dan PP2 secara nasional. Sistem baru tersebut dinamakan Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru), terdiri dari Ujian Tulis yang seratus persen sama dengan PP1 dan Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) yang merupakan perluasan dari PP2.
Perbedaan antara PP2 dan PMDK, adalah peserta PP2 hanya siswa terpandai dari SMA yang terpilih, sedangkan PMDK menyertakan seluruh siswa dari seluruh SMTA yang ada di Indonesia. Program ini kemudian diganti namanya menjadi Program Penelusuran Kemampuan dan Bakat (PPKB). (Sumber: SKK Warta UI Nomor 82, Tahun XX, Juli 1997).
Hingga saat ini telah diselenggarakan pelbagai UMPTN di Indonesia, salah satunya kita mengenal SNMPTN dan SBMPTN yang menjadi jalur legal dan formil bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi negeri.
Sumber: Rani. Warta Universitas Indonesia 30 Maret 2006
0 Response to "Sejarah Pelaksanaan UMPTN di Indonesia"
Post a Comment