Lompat Kodok Amerika Serikat dalam Perang Pasifik
Harian Sejarah - Menyusul kemenangan yang menggemparkan di Midway, Amerika Serikat untuk pertama kalinya berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut di Pasifik. Pada bulan Agustus 1942, pasukan darat Amerika Serikat dalam jumlah besar mendarat di Guadalkanal, Kepulauan Solomon dalam upaya melindungi jalur komunikasi yang menghubungkan Amerika Serikat dan Australia melalui Pasifik Barat Daya.
Peta yang menggambarkan garis waktu Perang Pasifik. Foto: Anggoro
Kekalahan awal angkatan laut dikarenakan Jepang memotong jalur persediaan Amerika Serikat dengan penuh resiko dan selama berminggu-minggu Amerika Serikat harus bertahan di Pulau Malarial hanya dengan kuku jari mereka. Setelah beberapa kali pertempuran laut yang melelahkan, pasukan Jepang dievakuasi dari Guadalkanal pada bulan Februari 1943. Jepang harus kehilangan 20.000 personilnya yang jika dibandingkan dengan 1,700 Amerika Serikat menunjukkan rasio korban lebih dari sepuluh banding satu.
Sementara itu, pasukan Amerika Serikat dan Australia di bawah Jenderal MacArthur terus bertahan dengan berani di ujung tenggara New Guinea, memberikan kekuatan defensif yang kuat untuk melindungi Australia. Skala perang secara bertahap dimulai dengan angkatan laut Amerika Serikat, termasuk kapal selam yang menimbulkan kerugian mematikan terhadap kapal pengangkut personil dan logistik Jepang.
Penaklukan pantai utara New Guinea tuntas pada bulan Agustus 1944 setelah Jenderal MacArthur bertempur menuju ke arah barat menyusuri daerah hutan tropis yang kerap dijuluki “Hutan Neraka”. Kemenangan yang diunggulkan ini adalah pijakan pertama memulai perjalanan yang panjang menuju pembebasan Filipina
Angkatan Laut Amerika Serikat yang didukung pasukan darat dan marinir kemudian terlibat dalam “meat-grinder fighting”. Sementara itu telah terjadi "leaffrogging” (lompat kodok) atas pulau-pulau yang dikuasai Jepang di Pasifik. Strategi model lama yang mendiktekan tentara Amerika Serikat ketika mereka akan melintasi Tokyo.
Mereka harus mengurangi pos terdepan musuh yang diperkuat di sisi mereka. Taktik ini akan menyeret musuh dalam pertumpahan darah untuk jangka waktu yang panjang dan kekuatan musuh (yang bersembunyi) akan dipaksa mempersiapkan diri untuk bertempur hingga titik darah penghabisan. Strategi baru “island-hopping” akan memintas pos-pos terkuat Jepang, menduduki pulau-pulau terdekat, mendirikan lapangan terbang, dan kemudian menetralisir basis musuh di samping bombardemen masif.
Keberhasilan yang brilian mengantarkan serangan Amerika Serikat terhadap benteng Jepang di Pasifik, di mana Laksamana Chester Nimitz dengan terampil mengkoordinasikan usaha angkatan laut, udara, dan darat. Pada Mei dan Agustus 1943, Attu dan Kiska di Aleutians direbut kembali. Pada November 1943, "Bloody Tarawa" dan Makin, keduanya di Kepulauan Gilbert, jatuh setelah perlawanan berani mati. Pos terdepan di Kepulauan Marshall berhasil dilumpuhkan setelah melalui pertempuran yang brutal pada Januari dan Februari 1944.
Sebuah F6F Hellcat bersiap-siap untuk tinggal landas ke Marianas. Foto: microworks.net
Keesokan harinya, armada laut Amerika Serikat berhasil menenggelamkan beberapa kapal induk Jepang dalam Pertempuran Laut Filipina. Angkatan Laut Jepang tidak pernah pulih dari kerugian besar baik pesawat terbang, pilot, dan juga kapal.
Setelah perlawanan fanatik, termasuk bunuh diri massal oleh tentara Jepang yang masih hidup dan warga sipil dari "Suicide Cliff" di Saipan, pulau-pulau besar di Marianas jatuh ke tangan Amerika Serikat pada Juli dan Agustus 1944. Dengan mengandalkan kapal-kapal induk yang tidak mudah tenggelam, pengeboman virtual round-the-dock dapat dilakukan pada November 1944.
Tulisan oleh Anggoro Prasetyo - Mahasiswa Sejarah UI. Dapat dihubungi di 088211800912
0 Response to "Lompat Kodok Amerika Serikat dalam Perang Pasifik"
Post a Comment