Jangan Biasa-biasa Saja
Bagaimana dengan judul yang saya
berikan? Nampaknya biasa-biasa saja. Tidak menarik. Ya, judulnya tidak dapat
menarik perhatian Anda. Tapi rasa tidak menarik dan biasa-biasa sajalah yang
akan saya bahas dengan menyangkutkan ilmu filsafat.
Oke, sekarang Anda tahu sekarang
tahun berapa? Lebih rincinya abad ke berapa? Atau kita hidup di zaman apa?
Sebuah pertanyaan sepele yang bisa dijawab dengan angka. Tapi saya menganjurkan
agar Anda menjawabnya dengan pertanyaan lagi. Mengapa? Jika Anda menanyakan itu
kepada saya. Maka sayang sekali saya akan terdiam seribu bahasa.
Akan saya katakan mengapa dunia yang
kita jalani begitu membosankan--standar. Karena Kita telah luput dari rasa
ingin tahu. Rasa ingin tahu sendiri bukan hanya sekadar mencari atau menjawab
pertanyaan dengan rumus yang sudah ada begitu saja. Coba pikirkan dengan tidak
biasa: mengapa harus ada rumus untuk menyelesaikan permasalahan? Atau darimana
rumus berasal? Bagaimana sesuatu bisa ada dari ketiadaan?
Saat kita masih anak-anak rasa ingin
tahu begitu besar. Dia bertanya apapun dengan yang dilihatnya. Tapi saat dia
menjadi dewasa dia malah merasa semua sudah biasa-biasa saja. Apa yang ada di
dunia ini sudah ada dengan begitu saja--sama seperti kue bolu, tercipta dari
gabungan beberapa bahan kemudian di oven. Padahal ada juga yang bisa membuat
kue bolu dengan mantra? Mengapa tidak mencari tahu.
Mengapa bayi belum bisa berbicara
saat baru dilahirkan? Mudah. Secara
logika karena bayi tidak memiliki gigi dan tak mendukungnya tuk berbicara. Tapi bukankah Tuhan
bisa saja menciptakan bayi dengan gigi dan dapat berbicara? Tapi sungguh aneh
jika itu terjadi. Mengapa? Karena jika bayi bisa berbicara dia akan
bertanya--bertanya seperti apakah dunia yang akan dihadapinya? Bagaimana bisa
dia ada di sini? Untuk apa? Dan mungkin mengatakan kalau dunia ini sungguh
menakjubkannya!
Kalau Anda tidak percaya, Anda masih
sering melakukannya--bertanya pada keasingan. Semisalnya, saat Anda memasuki
ruangan atau tempat yang belum pernah Anda tahu tentang seluk-beluknya pasti
Anda akan bertanya-tanya "Seperti apa di sana? Apakah ada sesuatu? Adakah
yang menarik?"
Semuanya ada hubungannya dengan
kebiasaan. (Catat ini!) Kita semua tahu bayi yang baru lahir tidak dapat
berbicara, apalagi sampai bertanya tentang hal sedemikian rupa. Tapi bagaimana
dengan dunia ini sendiri? Bagaimana jika betul-betul ada bayi yang bisa
berbicara? Bukankah dengan kuasa Tuhan, Nabi Isa As juga dapat berbicara ketika
masih bayi untuk mengatakan kebenaran tentang ibunya yang dituduh sebagai
pezina waktu itu?
Dunia itu sendiri dengan serta-merta
sudah menjadi suatu kebiasaan. Tampaknya hal yang sudah ada tidak lagi menjadi
pertanyaan maupun keanehan.
Kesimpulannya: Berwaspadalah! Anda berada
di atas lapisan es yang tipis. Dan inilah sebabnya mengapa kita harus
mempelajari filsafat, hanya untuk berjaga-jaga saja. Saya tidak akan membiarkan Anda, di antara semua orang lain, ikut
sejajar dengan mereka yang apatis dan acuh tak acuh. Saya ingin Anda selalu
ingin tahu. Jangan bersikap biasa-biasa saja.
Saya akan memberikan sebuah cindera
mata besar--sangat besar kepada Anda yang sudah berkenan membaca tulisan ini.
Sebuah pertanyaan: "Apa warna
sinar? Dan mengapa sinar bewarna demikian? Bukankah dunia bisa saja disinari
dengan kegelapan? Dan kegelapan berasal dari apa? Karena tidak mungkin ada
sesuatu yang muncul dari ketiadaan?" (S.A./2016)
Kiriman dari : Adipati Prakash Setiawan
Anda dapat mengirimkan tulisan anda melalui email ke hariansejarah@gmail.com
0 Response to "Jangan Biasa-biasa Saja"
Post a Comment