Involusi Pertanian di Pulau Jawa
Harian Sejarah - Sejak diterapkannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) oleh Kolonial Belanda pada tahun 1830, pertanian di Jawa mengalami perubahan yang besar. Di dalam Tanam Paksa itu, dilakukan remisi pajak terhadap petani dan petani harus bekerja di lahan pemerintah Kolonial Belanda, dimana satu per lima bagian dari lahan tersebut, harus ditanami dengan tanaman ekspor. Akibatnya, Jawa berubah menjadi wilayah perkebunan yang besar. Sehingga sistem Tanam Paksa tersebut telah memberikan perbedaan antara Jawa dan luar Jawa.
Ketika diterapkannya sistem pertanian yang lebih modern, kondisi pertanian di Jawa mengalami Involusi pertanian yaitu keadaan yang stagnan atau dapat diartikan mengalami kemandekan dalam ekonomi pertanian yang berbeda jauh dari tujuan awal yaitu terjadinya evolusi atau perkembangan yang lebih maju.
Pada daerah yang ditandai dengan
involusi pertanian ini, pemerintah Kolonial mengembangkan tanaman tebu yang
memiliki ekologi yang sama persis dengan tanaman padi di sawah. Hal ini
disebabkan petani di daerah involusi tersebut terbiasa dengan menanam padi di
sawah, sehingga lahan yang dimiliki petani dimanfaatkan oleh pemerintah Kolonial.
Lukisan Petani pada awal 1800. Foto: KITLV
Meskipun
sistem ekonomi modern yang muncul akibat tanam paksa berhasil mendorong Jawa
untuk terlibat dalam perdagangan internasional, di sisi lain telah
mengeksploitasi habis-habisan sistem ekonomi subsistems yang menjadi basis
ekonomi kaum tani. Eksploitasi lewat sistem tanam paksa bersifat brutal dan
mengakibatkan petani Jawa menderita kemiskinan dan kelaparan. Struktur sosial
dan ekonomi Jawa nyaris dihancurkan.
Pada tahun 1920-an, masyarakat Jawa
sudah dibedakan menjadi dua katagori yaitu petani maju dan petani miskin.
Petani yang dikatakan maju, telah membentuk suatu lapisan kelas menengah
pedesaan yang kuat pada saat Pemerintah Kolonial Belanda. Hal ini berkaitan
dengan adanya skenario politik ekonomi makro dengan skenario sosial mikro.
Petani Lumajang tahun 1900. Foto: KITLV
Kondisi ini menyebabkan terjadinya
difesensiasi sosial yang baru, beberapa petani yang tadinya mendapatkan sumber
penghasilan dari kapok atau bekerja di pabrik gula menjadi kehilangan sumber
pendapatannya dan merubah status sosial mereka yang tadinya menempati struktur
sosial sebagai petani yang maju, berubah menjadi petani miskin. Terjadi
pergeseran jumlah dimana petani miskin menjadi semakin banyak.
Undang-undang Agraria
Perubahan
sistem pertanian di Jawa salah satunya disebabkan oleh munculnya
Undang-undang Agraria (Agrarische Wet).
Yang memungkinkan untuk menjamin agar Jawa menguntungkan dan tidak
menghancurkan ekonomi desa. Tanah bera yang tidak digarap sebelumnya tidak
dapat dipindah tangankan oleh siapapun. tetapi hal tersebut sudah berbeda,
dengan demikian perusahaan perkebunan swasta dapat menyewa tanah dalam jangka
waktu yang panjang.
Tujuan dikeluarkannya UU Agraria 1870
- Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
- Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain.
- Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.
- Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain. Perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian : Proses Perubahan Ekologi Indonesia, Jakarta: Bhratara K.A
Kurniawan, Hendra. 2016. Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Dinamika Perekonomian Petani Jawa 1830-1870, Vol 11 No 2- 163-172
0 Response to "Involusi Pertanian di Pulau Jawa"
Post a Comment