Organisasi Masa Bentukan Jepang di Indonesia
Pada masa kedudukan Jepang, Indonesia dilarang untung
membuat organisasi politik. Organisasi-organisasi yang terbentuk merupakan atas
kebijakan Jepang sendiri. Adapun organisasi tersebut tentulah dibentuk
semata-mata untuk kepentingan Jepang, khususnya menggalang masa untuk mendukung
Jepang.
Empat Serangkai saat pembentuukan PUTERA (Foto: Istimewa) |
Organisasi-organisasi politik dibubarkan Jepang karena
dianggap akan melakukan kosolidasi pelemahan pengaruh Jepang. Kemudian Jepang
membentuk organisai bentukan mereka sendiri yang bertujuan untuk menggalakan
masa dan propaganda. Berkembang Jepang membentuk organisasi yang bisa mereka
bentuk di negara-negara Islam seperti Uni Malaya. Di Indonesia Jepang pun
mendekati golongan-golongan Islam pada awalnya dan menyingkirkan tokoh-tokoh
pergerakan nasional sekuler yang bercita-cita kemerdekaan.
Organisasi-Organisasi Masa
Gerakan A3
Organisasi Gerakan 3A merupakan organisasi masa pertama yang
dibentuk oleh Jepang pada awal pendudukannya. Gerakan 3A merupakan usulan dari
komponen Jepang sendiri yaitu berdasarkan usulan dari jawatan Propanda Jepang :
Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tasuo. Keduanya merupakan orang Jepang yang memiliki
kemampuan bahasa Indonesia yang fasih.
Organisasi ini pun berdiri pada 25 April 1942 bertepatan
perayaan Tencho Setsu (Kelahiran Kaisar Jepang). Organisasi ini diketuai oleh
orang Bumiputera, namun orang tersebut bukanlah dari Tokoh Pergerakan Nasional
yang terkenal. Hal ini karena Jepang berusaha menjauhkan unsur-unsur nasionalis
yang dianggap Jepang berbahaya dalam pendudukannya. Karena walau bagaimanapun
Jepang sebenarnya tidak berkenan memerdekaan Indonesia, tetapi menjadikannya
sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang. Di Sumatera keadaannya berbeda, mereka
mengalami eksploitasi besar-besaran, sesuatu yang justru terjadi di Jawa pada
masa Belanda. Di Sumatera tentara terang-terangan bahwa mereka tidak akan
memerdekakan Sumatera, berbeda dengan di Jawa karena memang tokoh pergerakan di
seluruh Indonesia berada di Jawa.
Jepang kemudian menunjuk Mr. R. Syamsuddin yang merupakan
tokoh Parinda Jawa Barat sebagai ketua Gerakan 3A. Yang dimaksud dengan gerakan
A3 adalah Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon pemimpin Asia.
Gerakan ini bertujuan untuk kemakmuran bersama, namun organisasi ini tidak
bertahan lama karena tidak mendapatkan sambutan dari masyarakat. Hal ini karena
tokoh penggeraknya tidak dikenal luas oleh masyarakat.
PUTERA
Gerakan 3A kemudian dibubarkan pada bulan September 1942.
Hal ini seperti yang saya bicarakan tadi, “ Karena kurangnya simpati ”nya
masyarakat Indonesia. Tentulah demikian karena walau bagimanapun tokoh-tokoh
pergerakan nasional yang dihindari oleh Jepang lah yang memiliki peran dan
status di masyarakat.
Pada akhirnya Jepang berusaha merangkul tokoh-tokoh
pergerakan nasional sekuler Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mohammad
Hatta, K.H Mas Masur, dan Ki Hadjar Dewantara. Mereka yang kemudian dijuliki “empat
serangkai” ditugaskan oleh Jepang untuk menarik simpati masyarakat Indonesia
untuk mendukung Jepang.
PUTERAN (Pusat Tenaga Rakyat) dibentuk pada 1 Maret 1943
bertepatan dengan diperingatinya satu tahun pembebasan Indonesia oleh Jepang.
Putera diarahkan dengan proganda dari pihak Jepang, organisasi ini terbentuk
dengan bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan membujuk rasa
nasionalis untuk mengabdi dan untuk melawan Sekutu. Ir. Soekarno kemudian
ditunjuk menjadi Ketua Putera.
Namun alih-alih menggalang dukungan, organisasi ini malah
dimanfaatkan oleh tokoh nasionalis untuk mengobarkan semangat nasionalisme saat
melakukan perjalanan keliling Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa yang
disebarkan oleh orang luar Jawa yang saat itu tengah berada di Jawa.
Kemudian Jepang yang merasa dimanfaatkan membubarkan
organisasi ini bulan Maret 1942 dan digantikan oleh Djawa Hokokai.
Djawa Hokokai
Pasca dibubarkannya PUTERA, Jepang kemudian membentuk Djawa Hokokai yag merupakan organisasi
bersifat rumput, artinya berada sampai pemetintahan terkecil rukun tetang (RT).
Jepang berusah mengalang masa dari bawah. Kemduian agar rakyat Indonesia dapat
dihimpun tenaganya lahir dan batin untuk digalang kebaktiannya pada Jepang.
Dalam tradisi Jepang ada tiga dasar utama yang harus dimiliki tiap orang Jepang
yaitu sikap rela mengorbankan diri, mempertebal persahabatan dan melaksanakan
sesuatu harus menghasilkan bukti. Melalui Jawa Hokokai ini, tiga aspek tradisi
Jepang tersebut dituntut pula dari rakyat Indonesia.
Djawa Hokokai tidak memiliki ketua yang menjalankan secara
terpusat. Para pemimpin organisasi ini berada di bawah pimpinan langsung
Gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan di tiap daerah dipimpin oleh
Syucokan (Gubernur/Residen). Dengan terbentuknya Jawa Hokokai, maka kaum
Nasionalis bangsa Indonesia mulai disisihkan dan kegiatan mereka dilarang.
Keberadaan Jawa Hokokai adalah sebagai organisasi sentral yang terkendali dan
merupakan kumpulan dari Hokokai/profesi, antara lain Izi Hokokai (Himpunan
Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai (Himpunan Kebaktian Pendidik), Fujinkai
(Organisasi wanita) dan Keimin Bunko Syidosyo (pusat budaya). Kegiatan Hokokai
adalah pelaksana pengerahan atau mobilisasi (penggerakan) barang yang berguna
untuk kepentingan perang seperti: emas, permata, besi dan lain-lain.
Chou Sang In
Ketika pemerintahan Jepang berada di tangan Perdana Menteri
Toyo, Jepang pernah memberi janji merdeka kepada Filipina dan Burma, namun
tidak melakukan hal yang sama kepada Indonesia. Oleh karena itu, kaum
nasionalis Indonesia protes. Menanggapi protes tersebut, PM Toyo lalu membuat
kebijakan berikut.
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah.
- Tokoh-tokoh Indonesia diangkat menjadi penasihat berbagai departemen.
- Pengangkatan orang Indonesia ke dalam pemerintahan dan organisasi resmi lainnya.
Pada tanggal 5 September 1943 Cuo Sangi In dibentuk dan berada
di bawah pengawasan Saiko Shikikan (Pemerintahan Tentara Keenambelas) bertugas
menjawab pertanyaan Saiko Shikikan dalam hal politik dan pemerintah. Cuo Sangi
In juga berhak mengajukan usul kepada Saiko Shikikan. Rapat-rapat Cuo Sangi In
membahas pengembangan pemerintah militer, mempertinggi derajat rakyat,
penanganan pendidikan dan penerangan, masalah ekonomi dan industri, kemakmuran
dan bantuan sosial, serta kesehatan.
Sebuah badan bertugas sebagai dewan pertimbangan pusat yang
berada langsung dibawah panglima tertinggi, tugasnya menyampaikan usul dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pemerintah militer militer Jepang
mengenai pemerintahan pemerintahan dan politik.
Keanggotaan Cuo Sangi In terdiri atas 43 orang, yaitu 23
orang diangkat oleh Saiko Shikikan, 18 orang dipilih oleh anggota Shu Sangi
Kai, dan dua orang anggota yang diusulkan dari daerah Surakarta dan Yogyakarta.
Anggota Cuo Sangi In dilantik pada tanggal 17 Oktober 1943 dengan ketua Ir.
Soerkarno, serta wakilnya dua orang, yaitu M.A.A. Kusumo Utoyo dan Dr.
Boentaran Martoatmodjo. Cuo Sangi In dibentuk dengan tujuan agar ada
perwakilan, baik bagi pihak Jepang maupun pihak Indonesia. Namun, agar tidak
dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa Indonesia, Cuo Sangi In mendapat
pengawasan ketat dari pemerintah Jepang. - Harian Sejarah
0 Response to "Organisasi Masa Bentukan Jepang di Indonesia"
Post a Comment