Beragama Tanpa Dogmatis
Harian Sejarah - Dalam masalah pembelajaran agama, jujur saya memang kurang mendalam, bahkan untuk membaca Al Quran sekalipun masih terbata-bata dan tak merdu didengar.
Namun permasalahan agama saya sikapi sebagai keyakinan, bukan dogma. Karena saya akan selalu bertanya, karena memang sifat sejarawan harus berpikir skeptis. Akan berbahaya jika saya berpikir dogmatis, karena jika saya salah mengikuti suatu ulama maka saya akan ikut saja tanpa ada keraguan dan pertanyaan.
Ujungnya apa? Mungkin saya lupa jati diri sendiri dan secara tidak sadar malah berbuat nahi munkar dan melukai sesama muslim, sesama bangsa Indonesia, dan khususnya Warga Negara Indonesia.
Karena tujuan beragama bagi saya itu mengenal kebaikan dan kedamaian di dunia dan akhirat. Damai itu mudah bukan?
Permasalahan di negeri kita sebenarnya bukan antara santri dan abangan, intelektual muslim atau sekuler, pribumi atau keturunan. Akan tetapi adu domba antara sesama muslim dengan dogma-dogma yang berbeda-beda, karena orang yang berpikir dogmatis akan selalu beranggapan bahwa mereka yang berbeda dengan saya itu adalah salah dan harus dibenarkan dengan cara apapun, bahkan dengan kekerasan sekalipun.
Orang-orang komunis berkata bahwa "agama itu candu," saya rasa ungkapan itu tidaklah salah sepenuhnya mengingat sebuah perkataan mereka itu bersumber dari pemikiran Filasafat Karl Marx. Asumsi saya yang dapat saya tarik dari kata candu yang mengandung arti memabukan adalah bahwa jika seorang berpikiran mengenai agama atau berpikiran dengan pemikiran agama secara dogmatis dan terikat oleh subjektifitas seseorang tanpa berpikir objektif. Maka ia akan terjebak ke dalam sesuatu yang saya sebut "asal nurut" kepada ulama atau ahli agama yang menurut ia benar. Ujungnya? ia akan bertindak seperti orang mabuk, dia tidak bisa membedakan antara teman dan lawan, bangsanya sendiri atau bangsa luar, saudaranya atau tidak, kekerasan atau tidak, bahkan tak jarang pembunuhan atau pengkafiran dijadikan suatu pernyataan bahwa orang yang tidak sepaham dengan dia adalah musuh dan menyatakan perang dengan dia.
Hal ini kerap terjadi di Timur Tengah yang sekarang tengah mengalami Arab Spring. Mereka mengedepankan ayat-ayat dalam kitab suci yang berbau perang dan kekerasan, tanpa melihat ayat-ayat yang mengandung ajakan untuk melakukan persaudaran. Hal ini terjadi ketika mereka tidak menelisik kitab suci mereka secara mandiri dan melakukan perbandingan pendapat atas penafsiran kita suci antara ulama yang berbeda. Kebiasaan yang timbul adalah bahwa mereka hanya menuruti satu atau beberapa ulama saja dan terkadang justru mengkoreksi ulama yang mengeluarkan pendapat keagamaan yang tidak sepaham dengannya atau tidak sejalan dengan semangat keagamaannya.
Hal ini akan sangat berbahaya jika terjadi di Indonesia. Negara kita sejak berdiri sudah terbiasa dengan kemajemukan dan pendiri bangsa kita sudah memikirkan akan hal tersebut. Negara kita berbeda dengan India yang hanya terbagi atas beberapa suku dan sudah mengalami rentetan sejarah yang memang kurang harmonis antara Islam dan Hindu yang terlihat dari konflik Kesultanan Mughal dengan kerajaan-kerjaan Hindu di India. Negara kita justru dalam sejarahnya terjadi akulturasi antara Kebudayaan Hindu dan Islam sehingga menghasilkan Islam yang bercorak Nusantara. Islam yang meletakan budaya dan agama selaras sebagai jalan kehidupan, bukan menggunakan agama untuk menyangkal kebudayaan lokal.
Kesimpulan yang dapat saya berikan kepada anda adalah bahwa sebaiknya kita beragama secara objektif. Objektif disini adalah bahwa kita harus sering bertanya mengenai tujuan hakiki dari kehidupan beragama yang kita jalankan. Sebagai seorang Islam kita mengenal bahwa Islam bersal dari kata "Salam" yang artinya damai, sehingga kita harus berpikiran seperti demikian. Jauhilah kita dari pemikiran dogmatis artinya hanya ikut saja apa kata seseorang. Menurut saya ulama yang baik akan menyuruh kita untuk mengaji (belajar) mengenai ayat-ayat Al Quran dan juga semuanya seperti Filsafat Islam, Fiqih, Sejarah dan lain sebagainya, bukan hanya menyuruh kita menurut dan menuntut pengakuan dari kita agar patuh.
Agama ada untuk memperbaiki akhlak manusia
Agama ada untuk menerangi jalan kehidupan manusia yang gelap
Agama ada untuk mengajari kita apa itu welas kasih
Dan Agama ada untuk menunjukan kita Kasih dan Sayang Allah SWT
0 Response to "Beragama Tanpa Dogmatis"
Post a Comment