Letusan Gunung Kelud 1919

Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah yang disebut dengan cincin api atau ring of fire. Hal itu membuat Indonesia rawan gempa bumi dan letusan gunung api karena mempunyai banyak gunung api aktif. Jumlah gunung api yang ada di Indonesia sendiri kurang lebih berjumlah 127 buah. Oleh karena itu, dibutuhkan pengamatan khusus untuk dapat mempelajari gunung­gunung api tersebut.

Solfatara di kawah gunung api Kelud 1919 Foto: Collectie Tropenmuseum

Tulisan­ tulisan atau hasil laporan yang membahas tentang pengamatan fenomena vulkanik dan gunung api di Hindia Belanda atau Vulkanische verschijnselen en aardbevingen, waargenomen in de Nederlandsch Indische Archipel mulai banyak ditulis sejak 1850­an. Laporan­-laporan tersebut terdapat dalam Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indië atau Jurnal Fisika Hindia Belanda. Salah satu gunung berapi di Jawa, Gunung Kelud, meletus pada 20 Mei 1919. 

Gunung ini adalah salah satu gunung berapi aktif di Indonesia yang terletak di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri Jawa Timur. Gunung ini memiliki tinggi 1.731 mdpl dengan bentuk strato dan masuk ke dalam kategori gunung berapi aktif tipe A dengan letusan eksplosif. Sepanjang sejarahnya, Gunung Kelud sudah beberapa kali meletus seperti pernah terjadi pada tahun 1586, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Dengan melihat pola letusan tersebut, para ahli menyimpulkan jika Kelud memiliki siklus 15 sampai 30 tahun untuk meletus.

Letusan Gunung Kelud yang paling banyak menimbulkan korban jiwa adalah letusan di tahun 1586 dengan jumlah korban meninggal mencapai 10.000 jiwa. Kebanyakan korban yang meninggal oleh letusan Kelud karena terseret oleh lahar letusan. Hal itu bisa terjadi karena kawah Gunung Kelud berisi air dan membuat letusan yang terjadi mengeluarkan air lalu mengalir deras menuju desa­-desa yang sungainya berhulu di Kelud. Letusan Gunung Kelud yang terjadi pada 20 Mei 1919, membuat hampir sekitar 5.000 orang meninggal dunia. 

Hal itu kemudian membuat pemerintah kolonial membentuk Vulkaan Bewakings Dients (Dinas Penjagaan Gunung Api) pada 16 September 1919. Badan ini dipimpin oleh Georges Laure Louis Kemmerling seorang ahli Geologi lulusan Universitas Freiburg kelahiran Maastricht Belanda 26 Januari 1888. Pada awalnya, Kemmerling adalah seorang karyawan di Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij. Ia kemudian mulai tertarik masuk ke dalam dunia Vulkanologi setelah mengenal Gunung Batur dan Agung di Bali pada 1917. 

Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk mencari cara menyelamatkan orang­orang dari letusan gunung api, mempelajari jenis­jenis gunung api, mencari tahu kemungkinan kapan terjadinya letusan, mencari tahu daerah­daerah yang terancam letusan gunung api, dan mengembangkan sistem untuk memperingatkan dan mengevakuasi penduduk.

Namun, usia badan yang berada di bawah naungan Dienst Van Het Mijnwezen (Departemen
Pertambangan) ini hanya dua tahun. Pada tahun 1922, namanya diubah dari Vulkaan Bewakings Dients menjadi Volcanologische Onderzoek (Penelitian Vulkanologi) yang kemudian lebih dikenal dengan nama Volcanological Survey. 

Badan ini masih diketuai oleh Kemmerling yang dibantu oleh Charles Edgar Stehn, seorang ahli Geologi dari Bonn Jerman. Stehn, pada 1926 diangkat menjadi ketua dari VO menggantikan Kemmerling yang sakit dan harus kembali ke Belanda. Peneliti Vulkanologi dari VO lain yang berpengaruh ialah Berend George Escher, ahli Geologi kelahiran Gorinchem Belanda. Ia datang ke Jawa pada 1919 dan langsung tertarik dengan fenomena vulkanik Gunung Krakatau dan Gunung Kelud.

Escher saat itu sudah menduduki beberapa jabatan penting di Belanda, yaitu Ketua Geologi di Universitas Leiden dan menjadi Direktur di Rijksmuseum van Geologie en Mineralogie pada tahun 1922. Selain ketiga tokoh tersebut, masih ada beberapa orang peneliti fenomena vulkanologi gunung api di Hindia Belanda seperti Reinout Willem van Bemmelen, dan Maur Neumann van Padang yang lahir di Batavia dan Padang. VO berhasil membuat 150 perjalanan penelitian tentang vulkanologi, mempelajari 41 gunung api aktif, dan menerbitkan 34 makalah. VO juga membangun beberapa. Sebelum VO terbentuk, Escher sempat melakukan pengamatan terhadap gunung berapi aktif.

Pengamatan di Gunung Kelud 1930-an. Sumber : http://kitlv.pictura-dp.nl/
Ia membuat peta dari kawah gunung api, dan mengambil fumarol di puncak gunung. Ia lalu menyarankan pemerintah agar membuat badan atau organisasi yang bergerak dalam bidang penelitian Vulkanologi. Pada tahun yang sama yaitu 1918 Vulkanologische Commissie dibentuk oleh Natuurkundige Vereeniging. Kemmerling kemudian juga melakukan penelitian terhadap gunung berapi dari Pantai Barat Sumatera. Hasil penyelidikan tersebut diterbitkan dalam Vulkanologische Mededeeling pada 1921.

Di zaman pendudukan Jepang 1942-­­1945, pengawasan terhadap gunung api ditangani oleh Kazan Chosabu. Selama kurun waktu hampir dua puluh satu tahun, Volcanologische Onderzoek telah membangun beberapa pos pemantauan di beberapa gunung api aktif di Jawa seperti Gunung Ijen, Tangkuban Parahu, Anak Krakatau, Papandayan, Merapi, Semeru, dan tentu saja Kelud. 

VO juga menempatkan seismograf di Gunung Merapi, Papandayan, dan Kelud. Salah satu tujuan pemerintah kolonial membuat badan pengawas gunung api dan membangun pemantauan di beberapa lokasi adalah untuk dapat memantau aktivitas gunung api yang banyak terdapat di Hindia Belanda. Adanya pos yang memantau aktivitas gunung api membuat pemerintah lebih mudah dalam mengambil keputusan terkait peringatan letusan gunung api dan mitigasi bencana.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, untuk mengawasi gunung api pada saat itu pemerintah membentuk Dinas Gunung Berapi (DGB) dan berada di bawah naungan Jawatan Pertambangan. Cikal bakal dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sama seperti Vulkaan Bewakings Dients, Dinas Gunung Berapi ini juga mengalami beberapa pergantian nama. Pada tahun 1966, DGB diubah menjadi Urusan Vulkanologi, sepuluh tahun kemudian diubah kembali menjadi Sub Direktorat Vulkanologi. 

Pada tahun 1978 dibentuk Direktorat Vulkanologi di bawah naungan Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.734. Tahun 1992 dibentuk Direktorat Vulkanologi yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral dengan dasar Keputusan Menteri Pertambangandan Energi Nomor 1748 Tahun 1992.

Saat ini, urusan terkait pengawasan gunung api berada di bawah penanganan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) atas dasar Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1915 Tahun 2001.

Pertama kali dipublikasikan oleh Studi Klub Sejarah UI pada laman blog SKS UI

0 Response to "Letusan Gunung Kelud 1919"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel