Alimin, Komunis Tua yang Terlupakan
Alimin bin Prawirodirdjo merupakan tokoh pergerakan nasional Indonesia, pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Pahlawan Nasional Indonesia. Alimin aktif dalam pergerakan nasional sejak muda, ia pernah menjadi anggota Budi Utomo, Sebelumnya ia juga anggota partai politik Indonesia pertama, Insulinde yang didirikan oleh Ernest Douwes Dekker pada 1905. Selain itu menjadi salah seorang pendiri Sarekat Pegawai Pelabuhan dan Lautan (sekarang Serikat Buruh Pelabuhan).
Alimin menjadi tokoh yang berpengaruh dalam Serikat Islam yang dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1915 dengan nama Serikat Dagang Islam. Sebagai satu-satunya gerakan massa yang terkuat, SI menjadi target operasi Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) dapat mengusai massa dan menyebarkan paham marxisme dalam politik Indonesia, terlebih setelah kemenangan Revolusi Oktober di Rusia pada tahun 1917.
Pada 23 Mei 1920 ISDV berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) / Partij der Kommunisten in Indie. Alimin bergabung dengan SI Merah yang berasas sosialis-komunis pada saat SI pecah menjadi 2, "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta dan "SI Merah” yang dipimpin Semaoen berhaluan kiri berpusat di kota Semarang.
Alimin juga memperkuat PKI bersama dengan Musso (dari PKI cabang Jakarta) dalam kelompok Prambanan bersama dengan tokoh terkemuka PKI lainnya seperti Semaun dan Darsono yang mendeklarasikan rencana pemberontakan di Prambanan, Solo, awal 1926 dengan target menangkap dan membunuh pejabat pemerintahan baik pejabat pribumi maupun pejabat kulit putih dan juga merusak simbol rezim colonial termasuk instalasi publik dan instalasi batu bara.
Awal 1926 Alimin selaku pimpinan PKI pergi ke Singapura untuk bertemu Tan Malaka dengan agenda persiapan pemberontakan, 12 November 1926 sebelum Alimin pulang ke Indonesia pemberontakan di Jakarta meletus disusul dengan tindakan kekerasan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pemberontakan di Sumatra Barat juga meletus pada 1 Januari 1927. Pemberontak tersebut dapat dipatahkan pemerintah kolonial di Batavia. PKI pun dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Sampai 12 Januari 1927, ratusan bom dan senjata api disita, lebih dari 1.300 orang ditangkap dan dibuang ke luar Sumatera Barat, termasuk ke Digul, ada pula yang dihukum gantung, sedangkan Alimin dan Musso ditangkap oleh polisi Inggris.
Pada awal 1926, sebagai pimpinan PKI Alimin pergi ke Singapura untuk berunding dengan Tan Malaka dalam rangka menyiapkan pemberontakan. Tapi sebelum Alimin pulang, pemberontakan sudah meletus 12 November 1926. Alimin dan Musso ditangkap oleh polisi Inggris.
Tahun 1926 pasca pemberontakan, setelah ia keluar dari penjara, Alimin pergi ke Moskow, Uni Soviet untuk bergabung dengan Komintern (organisasi komunis internasional) dan Ho Chi Minh pemimpin partai komunis Vietnam untuk melawan Amerika Serikat. Ketika Jepang melakukan agresi terhadap Cina, Alimin pun ikut bergabung bersama tentara merah di daerah basis perlawanan di Yenan.
Alimin tidak lama di sana karena bertemu dengan Ho Chi Minh dan diajak ke Kanton (Guangzhou). Pada saat itu ia terlibat secara ilegal untuk mendidik kader-kader komunis di Vietnam, Laos, dan Kamboja untuk melawan penjajahan dan merebut kemerdekaan dari kolonialisme Perancis.
Ketika Jepang melakukan agresi terhadap Cina, Alimin pergi ke daerah basis perlawanan di Yenan dan bergabung bersama tentara merah di sana.
Ia pulang ke Indonesia pada tahun 1946, setelah Republik Indonesia diproklamasikan. Dia kembali bergabung dengan PKI, sebagai tokoh senior. Ketika itu PKI berada di bawah kendali triumvirat Aidit-Njoto-Lukman. Sekalipun Alimin sudah tersingkirkan dari kepemimpinan partai tetapi masih banyak didatangi oleh para pengikutnya.
Pada masa pemerintahan kabinet PM Mr. Sukiman dilakukan “Razia Agustus 1951” dengan aksi penangkapan terhadap tokoh-tokoh PKI dan Alimin bersama dengan D.N. Aidit, Lukman, Nyoto, Alimin, termasuk juga beberapa tokoh Masyumi yaitu: M. Isa Anshary, K.H. Abdul Halim dan K. Hassan .
Raziad dilakukan karena diduga sebagai bagian dari gerakan pengacau DI/TII di Jawa barat dan dianggap bertanggung jawab atas terjadi pemogokan para buruh menentang Peraturan Militer mengenai "anti mogok dan menuntut bonus lebaran" (13 Februari, Juni, Juli dan awal Agustus 1951). Kabinet Sukiman akhirnya jatuh dengan disetujuinya mosi dari Mr. Djodi Gondokusumo oleh parlemen yang menolak MSA (Mutual Security Act:). Pemerintahan Sukiman mendapatkan bantuan militer oleh Amerika Serikat ketika terjadi pemogokan dan kerusuhan.
Raziad dilakukan karena diduga sebagai bagian dari gerakan pengacau DI/TII di Jawa barat dan dianggap bertanggung jawab atas terjadi pemogokan para buruh menentang Peraturan Militer mengenai "anti mogok dan menuntut bonus lebaran" (13 Februari, Juni, Juli dan awal Agustus 1951). Kabinet Sukiman akhirnya jatuh dengan disetujuinya mosi dari Mr. Djodi Gondokusumo oleh parlemen yang menolak MSA (Mutual Security Act:). Pemerintahan Sukiman mendapatkan bantuan militer oleh Amerika Serikat ketika terjadi pemogokan dan kerusuhan.
Tahun 1959 Alimin sebagai anggota konstituante juga ikut dalam penetapan Undang Undang NKRI yang akhirnya dikembalikan ke UUD 1945 lewat Dekrit Presiden yang dibacakan Presiden Soekarno Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Saat usianya sudah lanjut Alimin mendapatkan posisi sebagai Sekretaris Propaganda.
Alimin meninggal pada 24 Juni 1964. Berdasarkan SK Presiden No. 163 Tahun 1964 tertanggal 26 – 6 - 1964, Alimin tercatat sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.
Keterangan Foto:
Waktu: 1947
Tempat: Malang
Tokoh: Alimin Prawirodirjo (pimpinan Partai Komunis Indonesia)
Peristiwa: Alimin menghadiri dan berbicara di sidang KNIP di Malang.
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
0 Response to "Alimin, Komunis Tua yang Terlupakan"
Post a Comment