Desakan CGMI Kepada Presiden Soekarno Untuk Membubarkan HMI
Harian Sejarah - Perseteruan dua organisasi mahasiswa terbesar pada zamannya Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memang tidak bisa kita lihat kembali pada saat ini. Meskipun HMI masih eksis hingga kini tetapi CGMI telah bubar.
Dikutip dari merdeka.com, pergulatan dua organisasi mahasiswa yang berbeda ideologi itu sangat menarik untuk dibicarakan, bagai dua mata sisi uang baik CGMI ataupun HMI tidak akan pernah menyatu. CGMI sangat mencita – citakan paham komunisme tegak di bumi pertiwi sedangakan HMI menginginkan paham – paham Islam dapat menyatu dengan konstitusi Indonesia.
Puncak pertikaian dua organisasi tersebut terjadi pada kongres II yang digelar oleh CGMI tepatnya pada 28 September 1965. Teriakan bubarkan HMI bergemuruh di Istora Senayan, Jakarta. Ribuan kader CGMI serempak berteriak semangat untuk membubarkan HMI.
“Bubarkan HMI! HMI antek nekolim!”
Sebelum Kongres yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Perdana Menteri II Johannes Leimena, hampir setiap hari CGMI berdemo meminta pemerintah untuk membubarkan HMI karena perbedaan pandangan politik dan ideologi.
Sayangnya permintaan CGMI yang juga underbouw dari Partai Komunis Indonesia (PKI) selalu ditolak oleh pemerintah. Wakil Perdana Menteri II Johannes Leimena dan Presiden Soekarno yang berpidato malam itu juga dengan tegas menolak permintaan CGMI. Pemerintah tidak akan membubarkan HMI.
Selanjutnya Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI) Dipa Nusantara Aidit naik ke mimbar untuk berpidato. Pidato Aidit langsung menggebrak dan diiringi oleh teriakan dukungan massa. “Kalau CGMI tak bisa membubarkan HMI lebih baik kalian memakai kain seperti perempuan!” kata Aidit disambut gemuruh teriakan anggota CGMI. “Bubarkan HMI, Bubarkan HMI.”
Kecaman Aidit ternyata tidak untuk HMI saja, pimpinan PKI tersebut juga mengecam Presiden Soekarno dalam pidatonya. “Indonesia belum mencapai kemajuan dan kemakmuran. Negara ini memang tidak akan bisa maju kalau diurus oleh pemimpin yang mempunyai empat atau malahan lima orang istri!” teriak Aidit.
Sejumlah hadirin langsung terkesiap mendengar kecaman Aidit. Wakil Komandan Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan menggeleng-gelengkan kepala mendengar pidato Aidit. Semua tahu pada siapa sindiran Aidit itu dialamatkan kalau bukan Presiden Soekarno yang memiliki lima istri. Fatmawati, Hartini, Ratna Dewi, Haryati dan Yurike.
Tidak ada yang berani melihat wajah Soekarno. Tapi Soekarno dengan tenang meninggalkan acara tersebut tanpa berkata apapun. Padahal baru beberapa hari sebelumnya Soekarno menganugerahkan penghargaan prestisius Bintang Mahaputera pada Aidit. Soekarno pun hadir pada peringatan HUT PKI ke-45, 23 Mei 1965 di Istora Senayan. Dalam acara itu Soekarno dan Aidit berangkulan sangat mesra.
Saat itu PKI memang menjadi pendukung utama kebijakan Soekarno. Bagi Soekarno, PKI menjadi penyeimbang bagi kekuatan politik Angkatan Darat yang dominan. Soekarno selalu berusaha menjaga keseimbangan antara Angkatan Darat dan PKI.
Bukan kali pertama Aidit melancarkan serangan pada Soekarno. Aidit pernah menyatakan kalau rakyat Indonesia sudah bersatu dan sosialisme sudah terwujud, maka Pancasila tak dibutuhkan lagi. Seluruh rakyat tahu, Soekarnolah yang merumuskan Pancasila. Kritik Aidit dijawab Soekarno dengan menetapkan 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila. Hubungan Aidit dan Soekarno memang turun naik, kadang mesra, kadang renggang. Seperti kata pepatah, tidak ada kawan abadi yang ada hanyalah kepentingan.
Belakangan kita semua ketahui gerakan kontroversial bernama G30S atau G30S/PKI mencuat dan CGMI yang juga bagian dari PKI ikut didalamnya. Gerakan tersebut menjadi gerakan yang membuat PKI dibubarkan beserta organisasi – organisasi serta jaringan nasional yang mendukungnya termasuk CGMI. HMI yang saat itu tampil didepan untuk membubarkan PKI menjadi salah satu organisasi yang ikut menumbangkan orde lama.
0 Response to "Desakan CGMI Kepada Presiden Soekarno Untuk Membubarkan HMI"
Post a Comment