Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Piagam Jakarta merupakan dokumen historis yang menggambarkan kompromi antara golongan Islam dan Nasionalis dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Piagam Jakarta disebut juga "Jakarta Charter." Piagam Jakarta disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945.
Kesembilan tokoh tersebut adalah Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, K.H Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. BPUPKI dibentuk 29 April 1945 sebagai realisasi janji Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28 Mei 1945 dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945.
Foto: Pinterest
Sesudah itu dibentuk panitia kecil sejumlah delapan orang untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam masa reses terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula dimaksudkan sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun akhirnya dijadikan Pembukaan atau Preambule UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta berisi nilai-niali perlawanan terhadap imperialisme, kolonialisme, dan fasisme, serta sebagai awal dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Piagam Jakarta lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945). Dokumen ini merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.
Bunyinya "Piagam Jakarta" adalah seperti berikut:
Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perdjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintu-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan-luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknja; menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjarawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia."
Djakarta, 22-6-2605
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI)
Panitia Sembilan
- Ir.Sukarno
- Drs. Mohammad Hatta
- Mr .A.A. Maramis
- Abikusno Tjokrosujoso
- Abdulkahar Muzakir
- H.A. Salim
- Mr Achmad Subardjo
- K.H Wachid Hasjim
- Mr Muhammad Yamin
Dalam naskah tersebut terdapat antara lain kata-kata: "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Hatta didatangi oleh seorang perwira angkatan laut Jepang yang menyampaikan keberatan para tokoh Indonesia bagian Timur atas pemakaian kata-kata tersebut, sebab berarti rumusan itu tidak berlaku bagi pemeluk agama lain. Penyampaian ini dilakukan untuk menghindari perpecahan esoknya sebelum sidang PPKI.
Hatta kemudian mengadakan pembicaraan dengan tokoh-tokoh Islam. Mereka setuju untuk menghilangkan kata-kata tersebut dan menggantinya dengan kata "Yang Maha Esa," dengan rumusannya menjadi " Ketuhanan Yang Maha Esa." Kesepakatan ini diterima oleh sidang PPKI, meskipin tidak oleh semua golongan Islam. Piagam Jakarta yang sudah mengalami perubahan itu kemudian ditetapkan sebagai pembukaan UUD 1945.
Piagam Jakarta itulah yang menjadi Mukaddimah (preambule) Konstitusi Republik Indonesia serta Undang-undang Dasar 1945, disusun menurut filosofi politik yang ditentukan di dalam piagam-persetujuan itu. Piagam Jakarta berisi pula kalimat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang dinyatakan tanggal 17 Agustus 1945. Piagam Jakarta itulah yang menandai Proklamasi dan Konstitusi.
0 Response to "Piagam Jakarta (Jakarta Charter)"
Post a Comment