Dibalik Fenomena Pemekaran Wilayah
Fenomena pemerkaran wilayah di Indonesia antara tahun
1999-sekarang sebetulnya bertalian dengan proses reformasi yang membawa
semangat otonomi daerah secara desentralisasi. Pemberian hak-hak otonomi daerah
sebetulnya untuk memberikan kesempatan kepada wilayah-wilayah provinsi, kota,
dan kabupaten untuk memanfaatkan potensi daerah untuk pengembangan
kesejahteraan masyarakat daerah.
Daerah dapat menikmati hasil dari
potensi-potensi daerah dengan pembagian yang lebih besar. Menurut UU No. 33 Th.
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 10
tentang Dana Perimbangan: 273. Pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) antara pusat
dan daerah kini dengan pebandinan 10% untuk pusat dan 90% untuk daerah. Dengan
begitu daerah dapat mengembangkan wilayahnya dengan alokasi dana yang cukup
dari sumber-sumber keuangan di daerah.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi pemekaran wilayah di
Indonesia kurun waktu 1999-sekarang. Kita dapat mengambil contoh Provinsi
Banten yang merupakan pemerakan dari Provinsi Jawa Barat. Ide untuk membentuk
Provinsi Banten sebetulnya sudah terealisasikan sejarah 1953 yang dipelopori
oleh tokoh-tokoh masyarakat di Banten. Perbedaan kebudayaan menjadi alasan
untuk pemekaran Provinsi Banten.
Faktor pemerataan merupakan alasan kebutuhan adanya
pemekaraan. Pemekaran wilayah diyakini dapat mengatasi permasalahan kesenjangan
ekonomi dan politik di masyarakat yang terjadi karena luasnya daerah tidak
sebanding dengan jangkauan kontrol pemerintahan, sehingga dengan dilakukan
pemerakan maka fungsi pengontrolan wilayah dapat terjadi lebih intensif.
Namun pemekaran wilayah terkadang memuat suatu agenda yang cenderung politis. Pemekaran wilayah terkadang cenderung merupakan ajang pembagian jabatan dan kekuasaan politis di kalangan elit lokal. Hal ini dapat kita lihat kembali pada realita Provinsi Banten, terkuaknya skandal KKN yang melibatkan Gubernur Banten serta dinasti politik yang melibatkan keluarganya dengan menempati sejumlah jabatan bupati dan wali kota di Banten menunjukan bahwa pemekaran wilayah menunjukan salah satu indikasi dari kepentingan elite politik lokal.
Hal ini
dapat membuat persepsi di masyarakat bahwa pemekaran wilayah merupakan sebuah
agenda politik yang bertujuan untuk pembagian kekuasaan.
Pemekaran wilayah dinilai memiliki dampak negatif dalam
membangun integritas masyarakat. Hal ini dinilai sebagai pengotak-kotakan
masyarakat ke dalam beberapa kekuasaan. Hal ini yang terkadang membuat benturan-benturan
yang terjadi di dalam masyarakat. Dan pemekaran wilayah menurut Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Prof Dr Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro,
PhD di dalam Majalah Tempo Edisi Febuari 2009 berpendapat bahwa, “ Pemekaran
wilayah lebih banyak membawa mudarat."
Survei yang dilakukan United Nations
Development Programme dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional juga
menunjukkan daerah baru hasil pemekaran justru sulit berkembang. Jika
kecenderungan ini tak dihentikan, pelayanan masyarakat malah mengalami
kemunduran.” Hal ini didasari pada pengamatan bahwa pemekaran wilayah tidak
memberikan dampak yang signifikant terhadap kesejahteraan rakyat dengan
pemanfaatan potensi-potensi di daerah. KKN justru selalu menjadi topik yang
mengitari dari pemekaran wilayah tersebut, dengan banyaknya Kepala Daerah yang
tersandung kasus korupsi.
Kita dapat melihat bahwa ide pemekaran wiilayah merupakan
hal yang baik jika sejalan dengan proyeksi pemerataan pengunaan potensi daerah
guna peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun dengan pelbagai permasalahan yang
timbul akibat pemerkaran seperti terbentuknya dinasti poltik dan praktik KKN di
lingkungan pemerintahan daerah, serta pengotak-kotakan masyarakat menjadi momok
dari pemekaran wilayah tersebut.
Hal ini mengakibatkan penggiringan perspektif
masyarakat bahwa pemekaran wilayah merupakan jalan yang salah bagi suatu
daerah. Dinamika masyarakat terkait kesejahteraan dan kesenjangan sosial belum
dapat diselesaikan dengan pemekaran wilayah. Namun pemekaran wilayah merupakan
salah satu solusi untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dan
masyarakatnya untuk menjalankan otonomi daerah sesuai kebutuahan masyarakat.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah adanya disintegrasi atau upaya melepaskan
diri sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap kesetaraan pembangunan atau
kepentingan masyarakat di suatu daerah tersebut.
0 Response to "Dibalik Fenomena Pemekaran Wilayah"
Post a Comment