Melihat Kembali Konsep Maritim Indonesia
Kita memandang laut sebagai sebuah kehidupan, tempat dimana
semua orang dapat bergantung terhadap derasnya lautan. Sejak masa prasejarah
manusia mendiami kepulauan Nusantara, mereka berlayar untuk memenuhi kehidupan
mereka atau sekadar bermain dengan luasnya lautan. Mereka berlayar dari tanah
kelahiran mereka hingga ke Pantai Barat Afrika, bagaimana? Manusia Indonesia pantas
dibilang sebagai seorang pelaut bukan? Nusantara kita yang dahulu merupan cikal
bakal dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang orang mengenalnya
sebagai poros maritim yang sedang dibangkitkan kejayaannya oleh presiden Indonesia
sekarang, Presiden Joko Widodo.
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dapatlah kita jadikan
contoh dari kejayaan maritim Indonesia di masa lalu. Kedua emporium tersebut
dapat besar karena menguasai lautan, Majapahit meskipun terletak di pedalaman,
namun dapat menguasai daerah-daerah Pantai Utara Jawa. Dengan militer yang kuat
serta sarana pelabuhan yang baik sebagai bandar dagang, keduanya dapat
menguasai perniagaan di seluruh Asia Tenggara.
Menjelang abad ke-16 kemaritiman nusantara mengalami keadaan
yang berubah sejak kedatangan pedagang-pedagang Eropa. Bangsa Eropa yang
berusaha menancapkan kapitalisme dan imperialism guna melakukan monopili ekonomi
mengakibatkan sempitnya pergerakan kehidupan. Jaringan pelayaran
kerajaan-kerajaan di nusantara dan nelayan-nelayannya tergoyah, tersungkur masuk
dalam fase kolonialisme asing.
Maritim Dalam Diskusi
Kemerdekaan
Kolonialisme mencuci otak cara pandang manusia Indonesia,
laut bukanlah prioritas, tetapi sebuah benteng perbatasan kolonialisme dengan
dunia luar. Pemerintah kolonial Belanda menanamkan konsep pemikiran bangsa Indonesia
yang terpusat di daratan seperti yang orang-orang Eropa pikirkan. Hingga kini
pemikiran terus tetap terjaga dalam pemikiran Indonesia modern, bukannya
memikirkan bagaimana mengembangkan daerah pesisir dan pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia, melainkan lebih sibuk memikirkan batas lahan dan pemekaran wilayah
demi meratanya kekuasaan politik disetiap kawasan dan meninggalkan masyarakat
yang miskin karena tidak dapat memanfaatkan kekayaan laut Indonesia yang luas.
Dalam sejarah, pada masa menjelang kemerdekaan. Para pendiri
bangsa mempunyai cita-cita mengembalikan kejayaan Sriwijaya dan Majapahit
dengan mengarahkan Indonesia kembali berjaya di laut. Dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 31 Mei 1945,
Muhammad Yamin dengan tegas memperjuangkan perwujudan Tanah Air ke dalam
wilayah negara Indonesia. ia menegaskan bahwa pemahaman Tanah Air adalah konsep
tunggal.
Dengan demikian, Tanah Air merupakan konsep yang satu. “..membicarakan daerah Negara Indonesia dengan menumpahkan perhatian kepada pulau dan daratan sesungguhnya adalah berlawanan dengan realitas. Tanah Air ialah terutama daerah lautan dan mempunyai pantai yang panjang.”
Yamin meyakini laut Indonesia namun kala itu mendapat
hambatan dari dunia Internasional yang menyebut laut merupakan zona bebas.
Perjuangan Indonesia mengintegrasikan laut ke dalam wilayahnya dimulai kembali
oleh Perdana Menteri Djuanda pada 1957. Untuk menguasai kembali lautan,
pemerintah Soekarno memperkuat pasukan angkatan laut baik dari jumlah prajurit
hingga alat utama sistem persenjataan. Namun, pengembalian laut sebagai sumber
kehidupan gagal setelah pemerintahan berpindah tangan ke Soeharto yang
berorientasi ke darat. - Harian Sejarah
-Imam Maulana Al Fatih
0 Response to "Melihat Kembali Konsep Maritim Indonesia"
Post a Comment