Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Jepang dalam membentuk struktur pemerintahan membagi Indonesia menjadi tiga zona wilayah. Wilayah tersebut nantinya dibagi berdasarkan divisi-divisi angkatan bersenjata Jepang. Selain fungsinya sebagai pembagian kekuasaan, pembagian zona ini bertujuan mengkonsolidasi pertahanan untuk mengantisipasi serangan balasan dari Jenderal MacArthur yang berada di Papua Nugini.
Jepang menggantikan sistem pemerintahan kolonial (pemerintahan sipil) dengan sistem pemerintahan fasisme (militer). Kemudian Jepang membagi Indonesia ke dalam tiga zona militer .

Pembagian Zona Pemerintahan
  1. Pemerintahan Wilayah Sumatera, berpusat di Bukit Tinggi dibawahi oleh Tentara Angkatan Darat (Rikugun) Divisi 25 ( Tomi Shudan )
  2. Pemerintahan Wilayah Jawa, berpusat di Jakarta dibawahi oleh Tentara Angkatan Darat (Rikugun) Divisi 16 ( Osami Sudan )
  3. Pemerintahan Wilayah Indonesia Timur, berpusat di Makassar dibawahi oleh Tentara Angkatan Laut Selatan (Kaigun) Divisi II ( Dai Ni Nankenkatai )
Ketiga zona pemerintahan ini dikomandoi secara pusat oleh Pemerintahan Militer (Gunshireikan) wilayah selatan yang dipimpin oleh Marsekal Teraucchi (Saiko Sikikan) berpusat di Dalat, Vietnam. Gunsenkanbu ini melakukan kordinasi dengan Jenderal Hitoshi Imammura sebagai pemimpin tertinggi Tentara Jepang

Untuk wilayah pemerintahan Jawa terdapat tujuh karasidenan(syu) yang disesuaikan sejak jaman Hindia Belanda , yaitu : Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Cirebon, Pekalongan, Banyumas, Semarang, Pati, Kedu, Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, Besuki, dan Madura.

Wilayah pemerintahan di Sumatera dibagi manjadi sembilan karasidenan: Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung

Wilayah pemerintahan di Indonesia Timur dibagi menjadi 3 kantor pemerintahan sipil (Minseinfu) yang terbagi atas tiga : Kalimantan, Sulawesi, dan Seram (Maluku).

Susunan pemerintahan militer Jepang sebagai berikut :
  • Gunshireikan (panglima tentara), kemudian disebut Saiko Shikikan (panglima tertinggi), merupakan pucuk pimpinan.
  • Gunseikan (kepala pemerintahan militer), dirangkap oleh kepala staf tentara.
  • Pulau Jawa dan Madura (kecuali kedua koci, Surakarta dan Yogyakarta) dibagi atas enam wilayah pemerintahan.
  • Syu (karesidenan), dipimpin oleh seorang syuco.
  • Syi (kotapraja), dipimpin oleh seorang syico.
  • Ken (kabupaten), dipimpin oleh seorang kenco.
  • Gun (kawedanan atau distrik), dipimpin oleh seorang gunco.
  • Son (kecamatan), dipimpin oleh seorang sonco.
  • Ku (kelurahan atau desa), dipimpin oleh seorang kuco.
Departemen Pemerintahan :
  • Departemen Urusan Umum (Somubu)
  • Departemen Dalam Negeri (Naimubu)
  • Departemen Perekonomian (Sangyobu)
  • Departemen Keuangan (Zaimubu)
  • Departemen Kehakiman (Shihobu)
  • Departemen Kepolisian (Keimubu)
  • Departemen Lalu Lintas (Kotsubu)
  • Departemen Propaganda (Sendenbu)

Kebijakan Pemerintahan Militer Jepang

  1. Pada 1939 Jepang membubarkan seluruh partai politik di Indonesia, kecuali organisasi keagamaan seperti MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) yang kemudian pada tahun 1943 diubah menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Akibat pembubaran ini banyak tokoh pergerakan yang melakukan pergerakan secara under ground (bawah tanah). Tokoh pemuda yang memimpin gerakan ini adalah Sutan Sjahrir, ia memimpin gerakan yang berasal dari Mahasiswa Asrama Mampang Prapatan 10, Alumni STOVIA, dan Kelompok Menteng 31.
  2. Penerapan Kerja Paksa (Romusha) yang ditempatkan di seluruh Indonesia dan negara jajahan Jepang lainnya, seperti Burma, Malaysia, Vietnam, Korea, Hongkong, dan lainnya.
  3. Pembentukan Jugun Ianfu (kelompok tentara pemuas seks tentara Jepang) yang direkrut dari gadis-gadis di desa-desa di Indonesia, bahkan dalam perekrutan tak jarang dikoordini oleh bupati-bupati Bumiputera.
  4. Membentuk Tonarigumi atau satuan kekuasaan terkecil di bawah keluarahan atau yang dikenal RT dan RW.
  5. Melarang penggunaan bahasa dan budaya Eropa disegala bidang. Orang Indonesia hanya boleh menggunakan bahasa Indonesia dan Jepang.
  6. Mengijinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pengibaran bendera Merah Putih setelah lagu kebangsaan dan bendera Jepang : Kimigayo dan Hi-No-Maru.
  7. Mengubah nama Kota Batavia dengan Jakarta, dan Kota Buitenzorg dengan Bogor.
  8. Mengganti Kalender Masehi dengan Kalender Jepang
  9. Mendirikan Kempetai (Polisi Rahasia) yang bertugas untuk memata-matai tokoh-tokoh pergerakan.
  10. Mengandalkan eksploitasi pertambangan dan perkebunan jarak. Jarak dibutuhkan untuk diproduksi menjadi pelumas untuk mesin-mesin militer.
  11. Pelaksanaan Upacara Seikerei yaitu membungkuk kan badan ke arah Tokyo (Tempat Kaisar Jepang)
  12. Menetapkan upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari senin pagi.
  13. Memberdayakan senam kebugaran Jasmani setelah Upacara Bendera.

2 Responses to "Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel