Melihat Tradisi Budaya China Peranakan di Cirebon
Kelenteng Talang Cirebon |
Biasanya di Cirebon Istilah China Peranakan di kategorikan dalam China Benteng. Entah karena itu biasa saya dengar dan alami sebagai salah satu China Peranakan dengan di panggil seperti itu.
Selanjutnya sebagai informasi awal, kelompok cina peranakan merupakan kelompok etnis yang dalam perkembangannya sudah mengalami percampuran perkawinan, dengan orang Melayu, Eropa, Amerika atau suku bangsa non-Cina. Umumnya kaum Cina peranakan sudah tidak lagi menganut agama yang dianut nenek moyang mereka, banyak yang sudah mengikuti agama pasangannya. Namun, kaum Cina peranakan tetap kuat memegang teguh budaya leluhur mereka.Bahkan, di hari raya mereka, mereka melalukan tradisi yang hampir sama dengan orang Indonesia kebanyakan yaitu sungkeman.
Beberapa hal menarik yang menjadi catatan saya selama mendengarkan penjelasan langsung dari salah satu keturunan Cina peranakan di Kota Cirebon, Jawa Barat, yaitu :
- Kaum Cina peranakan menganut sistem yang sama dengan suku Minang, yaitu matrilineal. Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu mater yang berarti ibu, dan linea yang berarti garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.
- Panggilan China Cirebon, Ooh (Laki-Laki) Taci (Perempuan), Jika Nama Kamu Mei-Mei maka di Panggil Taci Mei-Mei Kalo Nama Anak Laki-Laki Ong Tang Maka Biasanya di Panggil Ooh Ong.
- Peran ibu sangat dominan dalam pendidikan anak, sehingga berdasarkan informasi yang disampaikan narasumber, anak laki-laki terkadang cenderung menjadi agak feminim karena kuat dan dominannya peran ibu. Karena Saking Dekatnya Menjadikan Laki-Laki China ini Tidak Lepas dari Keluarga
- Anak Laki-Laki Tertua Mendapatkan Warisan Mengurus Keluarga walaupun Memiliki Rumah yang Kecil, Orang Tua di Urus oleh Oleh Keluarga, Hal Yang Sangat Baik Bukan.
- Kaum Cina peranakan merupakan kelompok yang sangat tekun, ulet dan pekerja keras. Sehingga ketika mereka menekuni suatu bidang pekerjaan mereka akan menjadi ahli di bidang tersebut.
- Pada kaum Cina peranakan jaman dulu, keperawanan menjadi harga mati bagi seorang wanita yang ingin menikah. Jika pada hari pernikahan diketahui si wanita sudah tidak perawan maka dia akan dikembalikan ke orang tuanya. Dan orang tua Cina peranakan sekarang berusaha tetap mempertahankan tradisi ini kepada anak perempuan mereka, walaupun mungkin anak perempuannya sudah tinggal terpisah.
- Model kain yang digunakan oleh wanita Cina peranakan Cirebon sama dengan motif kain batik Solo, Pekalongan, bahkan ada songket Palembang dan songket Minang. Bahkan Batik Trusmi Cirebon, Memiliki Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Dari China Benteng, Peranakan Sampai China Menteng
Cirebon memang salah satu kota besar di Indonesia. Pada zaman dahulu sejak kira-kira setengah abad yang lalu masuknya seorang Tionghoa ke dalam agama Islam dipandang suatu hal yang sangat menarik perhatian dan jadi perbincangan dimana-mana. Di sebut sebagai saudara baru, meskipun dari masyarakat Tionghoa sendiri dipandang bahwa yang masuk agama Islam itu telah turun jadi “in lander” yaitu sebutan yang bermakna rendah martabatnya yang selalu dialamatkan negeri sendiri. Demikian besar pengaruh perasaaan diri itu, apalagi karena sebutan sebagai mu’alaf yang diberikan kepada orang yang baru masuk Islam itu.
Padahal kalimat mu’alaf tersebut dalam Al Qur’an sendiri mu’alaf adalah orang yang dirangkul hatinya dan disamakan derajatnya dengan orang Islam lainnya, tegak sama tinggi dan duduk sama rendah.
Sebenarnya orang-orang Belanda datang ke Indonesia mereka telah menjumpai adanya orang-orang Tionghoa yang beragama Islam. Pada selanjutnya istilah itu berkembang dan mengalami perubahan arti, tidak lagi bagi orang Tionghoa yang bergama Islam, tetapi orang singkeh yang baru datang dari negeri tiongkok yang sama halnya seperti lainya, sedangkan orang tinghoa yang beragama Islam disebut “peranakan” dan justru digunakan bagi orang Tionghoa yang lahir dari seorang ibu pribumi atau blasteran Tionghoa.
Saia Sendiri Termasuk Salah Satu China Benteng (China Peranakan), Benteng disini Berarti “Tanggul” Yah Rumahku terletak di belakang Sungai Cisanggarung Yang Terkenal karena Membelah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Losari Kecamatan Yang Terbagi Dua Menjadi Kecamatan di Sebelah Timur Masuk Kota Brebes dan Sebelah Barat termasuk Kota Cirebon.
Kaum Tionghoa dinilai kalangan yang punya kemampuan finansial yang mumpuni. Di Cirebon bahkan juga di daerah lain, terutama dari sisi pelaku ekonomi, memang kebanyakan keturunan Tionghoa yang dinilai sukses. Memang tidak ada data konkret dan pasti mengenai seberapa banyak jumlah pelaku usaha yang berasal dari warga keturunan satu ini. Namun secara kasat mata posisinya mendominasi hampir disetiap jenis perdagangan.
Jika milirik jumlah penduduk Kota Cirebon yang kini berada pada angka 200-an ribu jiwa, sekitar 25 ribu jiwa berasal dari kalangan Tionghoa. Pekerjaan mereka juga beraneka ragam, mulai dari perdagangan atau istilahnya tauke (pengusaha keturunan Cina) sampai menjadi anggota Legislatif di kota udang. Ini membuktikan peran warga Tionghoa sangat besar dalam upaya percepatan pembangunan di Cirebon. Geliat kehidupan perekonomian menjadi lebih hidup dan berkembang dari tahun ke tahun.
Begitupun dari sisi sosial dan bermasyarakat, hampir tidak ada pemisah antara warga pribumi dengan warga keturunan Tionghoa. Mereka dapat hidup rukun, saling membantu satu sama lain. Ini dapat terwujud karena sebagian warga Tionghoa sudah menganggap jika Cirebon menjadi tanah kehidupan mereka, karena di Cirebonlah mereka dapat merambah rejeki dengan bidang pekerjaan masing-masing.
Hubungan perdagangan antara negeri Cina dan Indonesia sudah sejak lama berlangsung. Pedagang Cina datang ke kota pelabuhan di pantai utara Jawa untuk menukar lada dari Sumatera dengan sutera dan porselin dari Cina. Diantara pedagang-pedagang itu sudah banyak beragama Islam. Orang-orang tersebut kebanyakan dari propinsi Kuantung, Chang Chou, Chuan Choudan daerah Islam lainnya yang berada di Cina.
Semula mereka tidak beristri, yang kemudain banyak dari mereka beristrikan wanita pribumi. Dari sini sudah dapat dilihat bahwa adanya asimilasi atau perkawinan campuran. Dari perkawinan campuran tersebut dapat dibedakan dalam banyak hal, orang-orang Tionghoa Muslim yang terdapat di daerah Jawa barat khususnya di daerah Cirebon telah banyak perubahan yang secara luas. Didalam kehidupannya telah menyerupai orang pribumi asli, yang telah lupa akan bahasa asalnya, dan bahkan dalam ciri fisiknya sering juga sudah menyerupai orang Indonesia asli.
Tulisan Baihaqi Zai dalam bhq.web.id
- Dari China Benteng, Peranakan Sampai China Menteng. 2012
- Mengenal Tradisi Budaya China Peranakan Cirebon. 2014
0 Response to "Melihat Tradisi Budaya China Peranakan di Cirebon"
Post a Comment